Cyberlaw adalah
hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan
dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi
setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai
online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Aspek-aspek kejahatan
yang bisa dijerat oleh payung hukum ini adalah
Unauthorized Access to
Computer System and Service,
Illegal Contents,
Data Forgery,
Cyber EspionageCyber
Sabotage and Extortion,
Offense against
Intellectual Property,
Infringements of
Privacy,
Cracking, dan
Carding.
Cyberlaw
merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan
peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut.
Jadi,setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri.
Cyber Law atau
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di
Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE
terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana
aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Perbuatan
yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila,
Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal 28: Berita bohong
dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.
Pasal 29: Ancaman
Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses
Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan,
Perubahan, Penghilangan Informasi.
Ada satu hal yang
menarik mengenai rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori.
Misalkan, seorang cracker dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan
terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah
jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia
berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat dilakukan adalah menangkap
cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan
kesempatan/ hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.
Pengertian Peraturan
dan Regulasi
Peraturan adalah
sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok orang/ lembaga dalam rangka
mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Peraturan dan Regulasi
dalam bidang teknologi informasi terdapat dalam undang - undang nomor 36
seperti dibawah ini :
1. Undang-Undang Nomor
36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
(Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 1999 Nomor 154,
Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 3881 );
2. Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang lnformasi dan
Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun
2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 4843);
3. Undang-Undang Nomor
14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
lnformasi Publik
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008
Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4846);
4. Peraturan Pemerintah
Nomor 52 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan
Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2000
Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia
Nomor 3980);
5. Peraturan Presiden
Republik lndonesia Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
6. Peraturan Presiden
Republik lndonesia Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta
Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
7. Keputusan Presiden
Republik lndonesia Nomor 84lP Tahun 2009
tentang Susunan Kabinet
lndonesia Bersatu I1 Periode 2009 - 2014;
8. Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KM. 21 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Jasa
Telekomunikasi sebagaimana telah diubah
terakhir dengan
Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika
Nomor: 31
/PER/M.KOMINF0/0912008;
9. Peraturan Menteri
Komunikasi dan lnformatika Nomor:
03/PM.Kominfo/5/2005
tentang Penyesuaian Kata Sebutan Pada
Beberapa
KeputusanlPeraturan Menteri Perhubungan yang Mengatur
Materi Muatan Khusus di
Bidang Pos dan Telekomunikasi;
10. Peraturan Menteri
Komunikasi dan lnformatika Nomor:
26/PER/M.KOMINF0/5/2007
tentang Pengamanan Pemanfaatan
Jaringan Telekomunikasi
Berbasis Protokol lnternet sebagaimana
telah diubah dengan
Peraturan Menteri Komunikasi dan lnformatika
Nomor:
16/PER/M.KOMINF0/10/2010;
11. Peraturan Menteri
Komunikasi dan lnformatika Nomor:
01/PER/M.KOMINF0101/2010
tentang Penyelenggaraan Jaringan
Telekomunikasi;
12. Peraturan Menteri
Komunikasi dan lnformatika Nomor:
17/PER/M.KOMINFO/1
01201 0 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Komunikasi
dan Informatika;
Dalam Peraturan Menteri
ini yang dimaksud dengan:
1. Protokol lnternet
adalah sekumpulan protokol yang didefinisikan
oleh lnternet
Engineering Task Force (I ETF).
2. Jaringan
telekomunikasi berbasis Protokol lnternet adalah
jaringan telekomunikasi
yang digunakan penyelenggaraan
jaringan dan jasa telekomunikasi
dengan memanfaatkan
protokol internet dalam
melakukan kegiatan telekomunikasi.
3. Indonesia-Security
Incident Responses Team on lnternet
Infrastructure yang
selanjutnya disebut ID-SIRTII adalah Tim
yang ditugaskan Menteri
untuk membantu pengawasan
keamanan jaringan
telekomunikasi berbasis protokol internet.
4. Rekaman aktivitas
transaksi koneksi (Log File) adalah suatu file
yang mencatat akses
pengguna pada saluran akses
operatorlpenyelenggara
jasa akses berdasarkan alamat asal
Protokol Internet
(source), alamat tujuan (destination), jenis
protokol yang
digunakan, Port asal (source), Porf tujuan
(destination) dan waktu
(time stamp) serta durasi terjadinya
transaksi.
5. Monitoring Jaringan
adalah fasilitas pemantau dan pendeteksi
pola (pattern) akses
dan transaksi yang berpotensi
mengganggu atau
menyerang jaringan untuk tujuan memantau
kondisi jaringan,
memberikan peringatan dini (early warning)
dan melakukan tindakan
pencegahan (prevent).
6. Penyelenggara akses
internet (Internet Service Provider/lSP)
adalah penyelenggara
jasa multimedia yang menyelenggarakan
jasa akses internet
kepada masyarakat.
7. Penyelenggaran jasa
interkoneksi internet (Network Acces
Poifn/NAP) adalah
penyelenggara jasa multimedia yang
meyelenggarakan jasa
akses dan atau routing kepada ISP
untuk melakukan koneksi
ke jaringan internet global.
8. Hot spot adalah
tempat tersedianya akses internet urituk publik
yang menggunakan
teknologi nirkabel (wireless).
9. lnternet Exchange
Point adalah titik dimana ruting internet
nasional berkumpul
untuk saling berinterkoneksi.
10. Pra bayar adalah
sistem pembayaran diawal periode pemakaian
melalui pembelian nomor
perdana dan pulsa isi ulang (voucher).
11. Warung internet
yang selanjutnya disebut Warnet adalah
resseler dari ISP dan
memiliki tempat penyediaan jasa internet
- kepada
masyarakat.
12. Menteri adalah
menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
komunikasi dan informatika.
13. Direktur Jenderal
adalah Direktur Jenderal Penyelenggaraan
Pos dan Informatika
Perbandingan Cyber Law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi
dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”. Sementara itu, internet
dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini.
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
Semakin banyak munculnya kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Maka dibuatlah sebuah regulasi konten, yaitu :
Keamanan nasional : instruksi pada pembuatan bom, produksi obat/racun tidak
sah, aktivitas teroris.
Protection of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence, pornographyProtection of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial, diskriminasi rasial.Keamanan ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.Keamanan informasi : Cybercrime, Phising Protection of Privacy Protection of Reputatio Intellectual Property Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Protection of minors (Perlindungan pelengkap) : abusive forms of marketing, violence, pornographyProtection of human dignity(Perlindungan martabat manusia) : hasutan kebencian rasial, diskriminasi rasial.Keamanan ekonomi : penipuan, instructions on pirating credit cards, scam, cybercrime.Keamanan informasi : Cybercrime, Phising Protection of Privacy Protection of Reputatio Intellectual Property Perlunya Peraturan dalam Cyberlaw
Sebagai orang yang sering memanfaatkan internet untuk keperluaan sehari-hari
sebaiknya kita membaca undang-undang transaksi elektronis yang telah disyahkan
pada tahun 2008. Undang-undang tersebut dapat didownload dari website
www.ri.go.id dan dapat langsung membaca bab VII yang mengatur tentang tindakan
yang dilarang.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
Berikut ini merupakan perbandingan Cyberlaw di beberapa negara.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasus carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.
Berikut ini merupakan perbandingan Cyberlaw di beberapa negara.
1. Cyberlaw di Indonesia
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) atau yang disebut cyberlaw, digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.
UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis diinternet dan masyarakat pada umumnya untuk mendapat kepastian hukum dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan elektronik digital sebagai bukti yang sah dipengadilan.UU ITE sendiri baru ada diIndonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi didalamnya.Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan. Pasal 28: Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan.
Pasal 29: Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti.
Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Tentang UU ITE
UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik )adalah
ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan
kepentingan Indonesia
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI.
UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UU ITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan. Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI.
Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI
oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad
bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya
dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai
naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik. Kedua naskah akademis
tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin
Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Keterbatasan UU Telekomunikasi dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa
Salah satu UU yang berhubungan dengan pengaturan penggunaan teknologi informasi yaitu UU N0.36. Isi dari UU No.36 adalah apa arti dari telekomunikasi, asas dan tujuan dari telekomunikasi, penyelenggaraan, perizinan, pengamanan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana dari pengguanaan telekomunikasi, yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPR RI.
Pada UU No.36 tentang telekomunikasi mempunyai salah satu tujuan yang berisikan upaya untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta meningkatkan hubungan antar bangsa
Sumber :
http://kurosawa23.blogspot.com/2013/07/peraturan-dan-regulasi-bidang-it.html
http://iswarifurandani.wordpress.com/2013/11/13/peraturan-dan-regulasi-dalam-bidang-it/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar